Thursday, May 26, 2005

Apa Pantas Berharap Surga?

Sholat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail(tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambilterkantuk-kantuk. Sholat lima waktu? Sudahlah jarangdi masjid, milih ayatnya yang pendek-pendek saja agarlekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untukAllah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelaritu. Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupunsesudah shalat wajib. Satu lagi, semua di atas itubelum termasuk catatan: "Kalau tidak terlambat" atau"Asal nggak bangun kesiangan". Dengan sholat modelbegini, apa pantas mengaku ahli ibadah?Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisimalam-malamnya dengan derai tangis memohon ampunankepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak olehkarena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya.Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah serayaberharap Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkankeluh mereka. Ketika adzan berkumandang, segera parasahabat meninggalkan semua aktivitas menuju sumberpanggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskanuntuk bersimpuh di atas sajadah-sajadah penuh tetesanair mata.Baca Qur'an sesempatnya, itu pun tanpa memahami artidan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandungdi dalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah initak sedikit pun membuat dada ini bergetar, padahaltanda-tanda orang beriman itu adalah ketika dibacakanayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya. Hanya satudua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu puntidak rutin. Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas.Yang begini ngaku beriman?Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahannafas mereka untuk meredam getar yang menderu saatmembaca ayat-ayat Allah. Sesekali mereka terhenti, takmelanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali maknaterdalam dari sebaris kalimat Allah yang baru sajadibacanya. Tak jarang mereka hiasi mushaf di tanganmereka dengan tetes air mata. Setiap tetes yang akanmenjadi saksi di hadapan Allah bahwa mereka jatuhkarena lidah-lidah indah yang melafazkan ayat-ayatAllah dengan pemahaman dan pengamalan tertinggi.Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalau pun ada,dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet.Syukur-syukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadapsesama juga jarang, paling-paling kalau sedang adakegiatan bakti sosial, yah hitung-hitung ikutmeramaikan. Sudah lah jarang beramal, amal yang palingmudah pun masih pelit, senyum. Apa sih susahnyasenyum? Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharapKebaikan dan Kasih Allah?Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyumindahnya, tutur lembutnya, belai kasih danperhatiannya, juga pembelaannya bukan semata milikKhadijah, Aisyah, dan istri-istri beliau yang lain.Juga bukan semata teruntuk Fatimah dan anak-anakRasulullah lainnya. Ia senantiasa penuh kasih dantulus terhadap semua yang dijumpainya, bahkan kepadamusuhnya sekali pun. Ia juga mengajarkan para sahabatuntuk berlomba beramal shaleh, berbuat kebaikansebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.Setiap hari ribut dengan tetangga. Kalau bukan sebelahkanan, ya tetangga sebelah kiri. Seringkali masalahnyacuma soal sepele dan remeh temeh, tapi permusuhan bisaberlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpahtujuh turunan. Waktu demi waktu dihabiskan untukmenggunjingkan aib dan kejelekan saudara sendiri.Detik demi detik dada ini terus jengkel setiap kalimelihat keberhasilan orang dan berharap orang laincelaka atau mendapatkan bencana. Sudah sedemikianpekatkah hati yang tertanam dalam dada ini? Adakahpantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah danRasulullah kelak?Wajah indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanyakepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surgaAllah kelak. Tentu saja mereka yang berkesempatanhanyalah para pemilik wajah indah pula. Tak inginkahkita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu?Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudarasendiri?Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat.Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah,sering membuat kesal hati mereka, apalah lagimendoakan mereka, mungkin tidak pernah. Padahal merekatak butuh apa pun selain sikap ramah penuh kasih darianak-anak yang telah mereka besarkan dengan segenapcinta. Cinta yang berhias peluh, air mata, juga darah.Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharapsurga Allah?Dari ridha orang tua lah, ridha Allah diraih. Kakimulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuhsurga. Bukankah Rasulullah yang sejak kecil tak beribumemerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tigakali beliau menyebut nama ibu sebelum kemudian namaAyah? Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saatmasih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kakimulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramathangat dan menyejukkan? Karena begitu banyakorang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu.Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orangterkasih itu hingga kita baru merasa benar-benarmembutuhkan kehadiran mereka? Jangan tunggupenyesalan.Astaghfirullaah ...

by AS: 16 May 2005 12:20:49

Tuesday, May 17, 2005

Bagian Tubuh yang Paling Berarti....

Ibuku selalu bertanya padaku apa bagian tubuh yang paling penting.Bertahun-tahun, aku selalu menebak dengan jawaban yang aku anggap benar.

Ketika aku muda, aku pikir suara adalah yang paling penting bagi kita sebagai manusia, jadi aku jawab, "Telinga, Bu." Jawabnya, "Bukan. Banyak orang yang tuli. Tapi, teruslah memikirkannya dan aku menanyakanmu lagi nanti."

Beberapa tahun kemudian sebelum dia bertanya padaku lagi. Sejak jawaban pertama, kini aku yakin jawaban kali ini pasti benar. Jadi, kali ini akumemberitahukannya, "Bu, penglihatan sangat penting bagi semua orang, jadi pastilah mata kita."

Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta."

Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, anakku."

Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek.

Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?"

Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku.

Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar- benar"hidup". Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa.
Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus belajar pelajaran yang sangat penting."

Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air mata. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling pentingadalah bahumu."

Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?" Ibu membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangin ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku Cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."

Akhirnya, aku tahu, bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialamin oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan... Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan... Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti.

Monday, May 16, 2005

Siapa yang tahu maksud Allah

Rasulullah pada suatu waktu pernah berkisah. Pada zaman sebelum kalian, pernah ada seorang raja yang amat dzalim.Hampir setiap orang pernah merasakan kezalimannya itu. Pada suatu ketika, raja zalim ini tertimpa penyakit yangsangat berat.
Maka seluruh tabib yang ada pada kerajaan itu dikumpulkan. Dibawah ancaman pedang, mereka disuruh untuk menyembuhkannya. Namun sayangnya tidak ada satu tabib pun yang mampu menyembuhkannya.Hingga akhirnya ada seorang Rahib yang mengatakan bahwa penyakit sang raja itu hanya dapat disembuhkan dengan memakan sejenis ikan tertentu, yang sayangnya saat ini bukanlah musimnya ikan itu muncul ke permukaan. Betapa gembiranya raja mendengar kabar ini. Meskipun raja menyadari bahwa saat ini bukanlah musim ikan itu muncul kepermukaan namun disuruhnya juga semua orang untuk mencari ikan itu. Aneh bin ajaib walaupun belum musimnya, ternyata ikan itu sangatlah mudah ditemukan. Sehingga akhirnya sembuhlah raja itu dari penyakitnya.

Di lain waktu dan tempat, ada seorang raja yang amat terkenal kebijakannya. Ia sangat dicintai oleh rakyatnya. Pada suatu ketika, raja yang bijaksana itu jatuh sakit. Dan ternyata kesimpulan para tabib sama, yaitu obatnya adalah sejenis ikan tertentu yang saat ini sangat banyak terdapat di permukaan laut.Karena itu mereka sangat optimis rajanya akan segera pulih kembali.
Tapi apa yang terjadi? Ikan yang seharusnya banyak dijumpai di permukaan laut itu, tidak ada satu pun yang nampak..! Walaupun pihak kerajaan telah mengirimkan para ahli selamnya, tetap saja ikan itu tidak berhasil diketemukan. Sehingga akhirnya raja yang bijaksana itu pun mangkat...

Dikisahkan para malaikat pun kebingungan dengan kejadian itu. Akhirnya mereka menghadap Tuhan dan bertanya, "Ya Tuhan kami, apa sebabnya Engkau menggiring ikan-ikan itu ke permukaan sehingga raja yang zalim itu selamat; sementara pada waktu raja yang bijaksana itu sakit, Engkau menyembunyikan ikan-ikan itu ke dasar laut sehingga akhirnya raja yang baik itu meninggal?"

Allah pun berfirman, "Wahai para malaikat-Ku, sesungguhnya raja yang zalim itu pernah berbuat suatu kebaikan. Karena itu Aku balas kebaikannya itu, sehingga pada waktu dia datang menghadap-Ku, tidak ada lagi kebaikan sedikitpun yang dibawanya. Dan Aku akan tempatkan ia pada neraka yang paling bawah !

Sementara raja yang baik itu pernah berbuat salah kepada-Ku, karena itu Aku hukum dia dengan menyembunyikan ikan-ikan itu, sehingga nanti dia akan datang menghadap-Ku dengan seluruh kebaikannya tanpa ada sedikit pun dosa padanya, karena hukuman atas dosanya telah Kutunaikan seluruhnya di dunia!"

Kita dapat mengambil beberapa pelajaran dari kisah bersayap ini.

Pelajaran pertama adalah: Ada kesalahan yang hukumannya langsung ditunaikan Allah di dunia ini juga; sehingga dengan demikian di akhirat nanti dosa itu tidak diperhitungkan-Nya lagi. Keyakinan hal ini dapat menguatkan iman kita bila sedang tertimpa musibah.

Pelajaran kedua adalah: Bila kita tidak pernah tertimpa musibah, jangan terlena. Jangan-jangan Allah 'menghabiskan' tabungan kebaikan kita.Keyakinan akan hal ini dapat menjaga kita untuk tidak terbuai dengan lezatnya kenikmatan duniawi sehingga melupakan urusan ukhrowi.
Pelajaran ketiga adalah: Musibah yang menimpa seseorang belum tentu karena orang itu telah berbuat kekeliruan. Keyakinan ini akan dapat mencegah kita untuk tidak berprasangka buruk menyalahkannya, justru yang timbul adalah keinginan untuk membantu meringankan penderitaannya.
Pelajaran keempat adalah: Siapa yang tahu maksud Allah ?
( kisah diatas diambil dari buku " tutur bersayap ")

apel

Di jaman dahulu kala, ada sebatang pohon apel yang sangat besar. Seorang anak kecil sering datang dan bermain di sekitarnya setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut sampai ke puncaknya, lalu memakan apel tersebut, tidur di bawah bayangan pohon tersebut . .
Dia sangat suka memanjat pohon tersebutdan pohon tersebut juga senang dipanjat olehnya.
Waktu berlalu . . . . Anak tersebut telah tumbuh . . .
Dia tidak lagi bermain di sekitar pohon tersebut.
Suatu hari, Anak tersebut kembali ke pohon tersebut dan terlihat sedih.
"Kemarilah dan bermain bersamaku," kata pohon tersebut.
"Aku bukan anak kecil lagi, aku tidak bermain bersama pohon sekarang."
"Aku ingin sebuah mobil, dan aku perlu uang untuk membelinya,"kata anak tersebut.
"Maaf tapi aku tidak punya uang . . . .,tapi kau dapat mengambil semua apel-ku dan menjualnya, maka kau bisa mendapatkan uang."
Anak tersebut sangat senang.
Dia segera mengambil semua apel dari pohon tersebut dan pergi dengan gembira.
Anak tersebut tidak pernah kembali setelah mengambil apel tersebut.Pohon itu sangat sedih.
Waktu kembali berlalu . . . . Dan anak itu kembali lagi kepada pohon tersebut.Pohon tersebut sangat senang.
"Kemarilah dan bermain bersamaku," kata pohon tersebut.
"Aku tidak punya waktu untuk bermain. Aku harus bekerja untuk keluargaku.Kami membutuhkan rumah untuk tempat berteduh. Bisakah kau membantuku? " tanya anak tersebut.
"Maaf, tapi aku tidak punya rumah . . . .,tapi kau dapat memotong dahan-dahan ku untuk membuat rumah tersebut."
Maka anak tersebut memotong seluruh dahan pada pohon tersebut dan pergi dengan gembira.
Pohon tersebut sangat senang melihat anak tersebut ceria kembali tapi anak tersebut tidak pernah kembali lagi sejak saat itu.
Pohon tersebut kembali kesepian dan sedih. . . . . . . . . . .
Suatu siang yang panas, Anak tersebut kembali lagi.Pohon tersebut sangat gembira.
"Kemarilah dan bermain bersamaku," kata pohon tersebut.
"Aku sudah bekerja keras dan aku ingin bersantai dengan berlayar. Bisakah kau memberikan aku sebuah perahu? " kata anak tersebut.
"Pakailah batang pohonku untuk membuat perahu. Kau akan dapat berlayar jauh dan bergembira."
Maka anak tersebut memotong batang pohon tersebut untuk dibuat perahu.Dia pergi berlayar dan tidak pernah muncul dalam jangka waktu yang lama.Akhirnya, anak tersebut kembali lagi setelah dia
pergi bertahun-tahun.Pohon tersebut menangis dan berkata ,"Maafkan aku anakku, tapi aku tidak punya
apa-apa lagi untuk diberikan padamu.Tidak ada lagi apel untukmu . . "
"Aku tidak punya gigi untuk memakan apelmu " kata anak tersebut.
"Tidak ada lagi ranting dan batang pohon untuk kau panjat."
"Aku terlalu tua untuk hal itu " balas anak tersebut.
"Aku benar-benar tidak bisa memberimu apa-apa lagi, yang tersisa dariku hanya akar yang sudah hampir mati" kata pohon tersebut dengan bercucuran air mata.
"Aku tidak butuh banyak sekarang, hanya tempat untuk istirahat.
Aku lelah sekali setelah melewati tahun-tahun kehidupanku" kata anak tersebut.
"Aah! Akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat.
Kemarilah, duduk dan beristirahatlah bersamaku."
Anak tersebut duduk dan pohon tersebut tersenyum menangis bahagia.
.....................................
Ini adalah cerita tentang sifat manusia.Pohon tersebut adalah orang tua kita. Saat kita masih kecil kita sangat senang bermain bersama Ayah dan Ibu kita. . Saat kita telah dewasa kita meninggalkan mereka. . .Hanya kembali pada saat kita membutuhkan sesuatu atau sedang dalam kesulitan. Apapun yang terjadi, Orang tua kita selalu ada & memberikan sgalanya untuk membuat Anda bahagia, mereka bahkan akan memberikan nyawanya bila kita memintanya. Kamu pikir anak dlm cerita ini sangat kejam,
tapi kita semua selalu melakukan hal tersebut pd orang tua kita.

mencari kebahagiaan

Suatu hari di sebuah sungai yang cukup jernih, hiduplah seekor ikan kecil muda usia. Saat itu, siang sangat terik, Sang Ikan mencari bagian sungai yang ternaungi pohon yang rindang. Sesekali dipukulkannya ekornya pada air di sekelilingnya.

Saat Sang Ikan sibuk dengan air yang menciprati tubuhnya, tiba-tiba terdengarlah suara dari balik rimbun pepohonan, “Ayah, indah sekali pemandangan di sini, yach! Pepohonan begitu rimbun, dan air sungai ini begitu jernih,” seru seorang anak kecil pada ayahnya.

“Yach … Alhamdulillah … itulah kebesaran Allah, Nak! Ia menciptakan sesuatu tanpa cela, hanya manusia saja yang kurang bersyukur” kata Sang Ayah sambil mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut.

“Katanya air itu sangat penting, ya, Yah? Dan … tanpanya kita semua akan mati?” tanya anak kecil itu pada ayahnya.

“Ya, benar! Air itu sangat penting bagi kita. Setiap makhluk hidup membutuhkan air dan oleh karena itu kita bisa mati tanpa ada air dalam kehidupan kita, seperti juga ikan kecil itu!” seru Sang Ayah sambil menunjuk ikan kecil.

Si ikan kecil yang mengikuti percakapan antara ayah dan anak itu mendadak menjadi gelisah. “Air, apa itu air? Di mana dapat kutemukan air? Bagaimana jika aku mati bila aku tak dapat menemukan air secepat mungkin? tanya si ikan dalam hatinya sambil berenang dengan panik. Si ikan kecil berenang tanpa kenal henti.

Ketika ikan kecil mendekati hulu sungai, bertemulah ikan kecil tersebut dengan seekor ikan “sepuh”. Setelah menyampaikan salam kemudian ikan kecil itu bertanya, “Wahai ikan sepuh, dapatkah kau tunjukkan padaku, di mana air? Aku mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kita akan mati!” seru Si ikan kecil.

Ikan sepuh tersenyum bijak, kemudian berkata, “Anakku, tentu saja aku tahu di mana air, sekarang coba kau lihat samping kanan dan kirimu, lihat sekelilingmu, apa yang kau lihat?”

“Ya, ada benda yang mengelilingiku tiap waktu, kadang ia tenang dan bergelombang, dia membantuku untuk berenang, dia yang membasahi tubuhku, menghilangkan dahagaku, dan aku bisa mati kekeringan tanpa kehadirannya,” gumam Si ikan kecil.

Ikan sepuh tersenyum lagi, “Ya, itulah air yang kau cari selama ini, anakku. Itulah air yang membuat kita semua dapat mati bila hidup tanpa kehadirannya.

Si ikan kecil tertegun, kemudian tersenyum, “Terimakasih, ikan sepuh. Sekarang aku bisa menghentikan proses pencarianku. Aku bahagia bisa menemukan apa yang aku cari. Ternyata benda yang sangat penting yang selama ini aku cari sudah berada bersamaku sejak dulu tapi aku tidak menyadarinya,” ucap Si ikan kecil. Si ikan kecil kemudian memutar siripnya setelah sebel umnya berpamitan kepada ikan sepuh.

KITA MANUSIA, SERINGKALI TAK KUNJUNG MERASA PUAS AKAN PENEMPATAN YANG ALLAH BERIKAN PADA KITA. Dan kita seringkali tak sadar bahwa mungkin sebenarnya saat
kita melakukan pencarian, ketika kita sedang letih … sebenarnya kita justru sedang menjalani kebahagiaan tersebut.

Karena kita seringkali tertipu, dengan arus air yang tidak selamanya tenang, karena kebahagiaan pun seringkali tidak mesti berwujud ketenangan. Karena kebahagiaan pun seringkali berwujud “riak-riak ombak” dalam kehidupan kita….
Tapi kita akan merasa bahagia bila kita nikmati dan lalui dengan sabar

kupu-kupu

Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya. Ada orang lain disana.
"Sedang apa kau disini anak muda?" tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. "Apa yang kau risaukan..?" Anak muda itu menoleh ke samping, "Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"
Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan. "Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Kakek mengulang kalimatnya lagi.
Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.
Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar.
Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah." Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.
"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."
"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri."
Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.

***

Teman, mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya.
Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.
Teman, cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita.
Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.

benih

Suatu ketika, ada sebuah pohon yang rindang. Dibawahnya, tampak dua orang yang sedang beristirahat. Rupanya, ada seorang pedagang bersama anaknya yang berteduh disana. Tampaknya mereka kelelahan sehabis berdagang di kota. Dengan menggelar sehelai tikar, duduklah mereka dibawah pohon yang besar itu.
Angin semilir membuat sang pedagang mengantuk. Namun, tidak demikian dengan anaknya yang masih belia. "Ayah, aku ingin bertanya..." terdengar suara yang mengusik ambang sadar si pedagang. "Kapan aku besar, Ayah? Kapan aku bisa kuat seperti Ayah, dan bisa membawa dagangan kita ke kota?"Sepertinya, lanjut sang bocah, "aku tak akan bisa besar. Tubuhku ramping seperti Ibu, berbeda dengan Ayah yang tegap dan berbadan besar. Kupikir, aku tak akan sanggup memikul dagangan kita jika aku tetap seperti ini." Jari tangannya tampak mengores-gores sesuatu di atas tanah. Lalu, ia kembali melanjutkan, "bilakah aku bisa punya tubuh besar sepertimu, Ayah?Sang Ayah yang awalnya mengantuk, kini tampak siaga. Diambilnya sebuah benih, di atas tanah yang sebelumnya di kais-kais oleh anaknya. Diangkatnya benih itu dengan ujung jari telunjuk. Benda itu terlihat seperti kacang yang kecil, dengan ukuran yang tak sebanding dengan tangan pedagang yang besar-besar. Kemudian, ia pun mulai berbicara. "Nak, jangan pernah malu dengan tubuhmu yang kecil. Pandanglah pohon besar tempat kita berteduh ini. Tahukah kamu, batangnya yang kokoh ini, dulu berasal dari benih yang sekecil ini. Dahan, ranting dan daunnya, juga berasal dari benih yang Ayah pegang ini. Akar-akarnya yang tampak menonjol, juga dari benih ini. Dan kalau kamu menggali tanah ini, ketahuilah, sulur-sulur akarnya yang menerobos tanah, juga berasal dari tempat yang sama. Diperhatikannya wajah sang anak yang tampak tertegun. "Ketahuilah Nak, benih ini menyimpan segalanya. Benih ini menyimpan batang yang kokoh, dahan yang rindang, daun yang lebar, juga akar-akar yang kuat. Dan untuk menjadi sebesar pohon ini, ia hanya membutuhkan angin, air, dan cahaya matahari yang cukup. Namun jangan lupakan waktu yang membuatnya terus bertumbuh. Pada mereka semualah benih ini berterima kasih, karena telah melatihnya menjadi mahluk yang sabar.
"Suatu saat nanti, kamu akan besar Nak. Jangan pernah takut untuk berharap menjadi besar, karena bisa jadi, itu hanya butuh ketekunan dan kesabaran."Terlihat senyuman di wajah mereka. Lalu keduanya merebahkan diri, meluruskan pandangan ke langit lepas, membayangkan berjuta harapan dan impian dalam benak. Tak lama berselang, keduanya pun terlelap dalam tidur, melepaskan lelah mereka setelahseharian bekerja.
***

Pedagang itu benar. Jangan pernah merasa malu dengan segala keterbatasan. Jangan merasa sedih dengan ketidaksempurnaan. Karena Allah, menciptakan kita penuh dengan keistimewaan. Dan karena Allah, memang menyiapkan kita menjadi mahluk dengan berbagai kelebihan. Mungkin suatu ketika, kita pernah merasa kecil, tak mampu, tak berdaya dengan segala persoalan hidup. Kita mungkin sering bertanya-tanya, kapan kita menjadi besar, dan mampu menggapai semua impian, harapan dan keinginan yang ada dalam dada. Kita juga bisa jadi sering membayangkan, bilakah saatnya berhasil? Kapankah saat itu akan datang?Teman, kita adalah layaknya benih kecil itu. Benih yang menyimpan semua kekuatan dari batang yang kokoh, dahan yang kuat, serta daun-daun yang lebar. Dalam benih itu pula akar-akar yang keras dan menghujam itu berasal. Namun, akankah Allah membiarkan benih itu tumbuh besar, tanpa alpa dengan bantuan tiupan angin, derasnya air hujan, dan teriknya sinar matahari?Begitupun kita, akankah Allah membiarkan kita besar, berhasil, dan sukses, tanpa pernah merasakan ujian dan cobaan? Akankah Allah lupa mengingatkan kita dengan hembusan angin "masalah", derasnya air "ujian" serta teriknya matahari "persoalan"? Tidak Teman. Karena Allah Maha Tahu, bahwa setiap hamba-Nya akan menemukan jalan keberhasilan, maka Allah akan tak pernah lupa dengan itu semua. Jangan pernah berkecil hati. Semua keberhasilan dan kesuksesan itu telah ada dalam dirimu.