Thursday, May 26, 2005

Apa Pantas Berharap Surga?

Sholat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail(tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambilterkantuk-kantuk. Sholat lima waktu? Sudahlah jarangdi masjid, milih ayatnya yang pendek-pendek saja agarlekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untukAllah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelaritu. Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupunsesudah shalat wajib. Satu lagi, semua di atas itubelum termasuk catatan: "Kalau tidak terlambat" atau"Asal nggak bangun kesiangan". Dengan sholat modelbegini, apa pantas mengaku ahli ibadah?Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisimalam-malamnya dengan derai tangis memohon ampunankepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak olehkarena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya.Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah serayaberharap Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkankeluh mereka. Ketika adzan berkumandang, segera parasahabat meninggalkan semua aktivitas menuju sumberpanggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskanuntuk bersimpuh di atas sajadah-sajadah penuh tetesanair mata.Baca Qur'an sesempatnya, itu pun tanpa memahami artidan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandungdi dalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah initak sedikit pun membuat dada ini bergetar, padahaltanda-tanda orang beriman itu adalah ketika dibacakanayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya. Hanya satudua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu puntidak rutin. Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas.Yang begini ngaku beriman?Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahannafas mereka untuk meredam getar yang menderu saatmembaca ayat-ayat Allah. Sesekali mereka terhenti, takmelanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali maknaterdalam dari sebaris kalimat Allah yang baru sajadibacanya. Tak jarang mereka hiasi mushaf di tanganmereka dengan tetes air mata. Setiap tetes yang akanmenjadi saksi di hadapan Allah bahwa mereka jatuhkarena lidah-lidah indah yang melafazkan ayat-ayatAllah dengan pemahaman dan pengamalan tertinggi.Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalau pun ada,dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet.Syukur-syukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadapsesama juga jarang, paling-paling kalau sedang adakegiatan bakti sosial, yah hitung-hitung ikutmeramaikan. Sudah lah jarang beramal, amal yang palingmudah pun masih pelit, senyum. Apa sih susahnyasenyum? Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharapKebaikan dan Kasih Allah?Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyumindahnya, tutur lembutnya, belai kasih danperhatiannya, juga pembelaannya bukan semata milikKhadijah, Aisyah, dan istri-istri beliau yang lain.Juga bukan semata teruntuk Fatimah dan anak-anakRasulullah lainnya. Ia senantiasa penuh kasih dantulus terhadap semua yang dijumpainya, bahkan kepadamusuhnya sekali pun. Ia juga mengajarkan para sahabatuntuk berlomba beramal shaleh, berbuat kebaikansebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.Setiap hari ribut dengan tetangga. Kalau bukan sebelahkanan, ya tetangga sebelah kiri. Seringkali masalahnyacuma soal sepele dan remeh temeh, tapi permusuhan bisaberlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpahtujuh turunan. Waktu demi waktu dihabiskan untukmenggunjingkan aib dan kejelekan saudara sendiri.Detik demi detik dada ini terus jengkel setiap kalimelihat keberhasilan orang dan berharap orang laincelaka atau mendapatkan bencana. Sudah sedemikianpekatkah hati yang tertanam dalam dada ini? Adakahpantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah danRasulullah kelak?Wajah indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanyakepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surgaAllah kelak. Tentu saja mereka yang berkesempatanhanyalah para pemilik wajah indah pula. Tak inginkahkita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu?Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudarasendiri?Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat.Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah,sering membuat kesal hati mereka, apalah lagimendoakan mereka, mungkin tidak pernah. Padahal merekatak butuh apa pun selain sikap ramah penuh kasih darianak-anak yang telah mereka besarkan dengan segenapcinta. Cinta yang berhias peluh, air mata, juga darah.Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharapsurga Allah?Dari ridha orang tua lah, ridha Allah diraih. Kakimulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuhsurga. Bukankah Rasulullah yang sejak kecil tak beribumemerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tigakali beliau menyebut nama ibu sebelum kemudian namaAyah? Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saatmasih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kakimulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramathangat dan menyejukkan? Karena begitu banyakorang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu.Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orangterkasih itu hingga kita baru merasa benar-benarmembutuhkan kehadiran mereka? Jangan tunggupenyesalan.Astaghfirullaah ...

by AS: 16 May 2005 12:20:49

No comments: